Kita sudah sering mendengar dan membaca doa ini. Doa ini menjadi salah
satu alternatif doa dalam shalat jenazah. Hanya saja, terkadang kita
kurang mencermati makna dalam doa ini, sebagai permohonan kita
berlindung kepada Allah, dari fitnah setelah wafatnya seseorang,
termasuk ulama.
اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ
Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya dan janganlah Engkau turunkan fitnah kepada kami sepeninggalnya. (HR. Imam Malik dalam Al Muwatha', Ibnu Majah meriwayatkan dengan dhamir "hum")
Ustadz Jefri Al Buchori adalah seorang dai muda yang banyak disukai oleh
berbagai kalangan; dari anak muda hingga para selebriti. Tidak
berlebihan jika Hidayat Nur Wahid menyebut Ustadz Jefri sebagai pejuang
dakwah. Wafatnya beliau pada hari Jum'at membuat Ustadz Arifin Ilham
membacakan hadits ini untuk beliau:
ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله فتنة القبر
"Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at melainkan Allah melindunginya dari siksa kubur" (HR. Al-Tirmidzi)
Ribuan orang menshalati jenazah beliau dan turut mengiringinya ke
pemakaman. Belum lagi entah berapa banyak muslim yang mendoakan dan
melakukan shalat ghaib untuk beliau di berbagai daerah.
Sayangnya, ada dua fitnah yang berkembang di masyarakat sepeninggal Ustadz Jefri yang perlu untuk segera diluruskan.
Pertama, mereka yang menghina atau meremehkan beliau. Orang yang terkena
fitnah jenis ini insya Allah tidak banyak jumlahnya. Namun ada. Di
media sosial, akun yang terindikasi fitnah ini menampakkan dirinya. Di
saat jutaan umat Islam mendoakan Ustadz Jefri, ada yang malah menghina
beliau dengan mempersoalkan kapasitas Uje sebagai ustadz.
Tidakkah orang seperti ini mengerti bahwa Allah melarang keras ghibah.
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Janganlah sebagian kalian menggunjing dengan sebagaian yang lain.
Sukakah salah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Tentu kalian akan merasa jijik.” (QS Al-Hujuraat 49:12)
|
Contoh fitnah pertama: ghibah dan menghina |
Bahkan Rasulullah menyebutkan secara khusus terkait ghibah terhadap
orang yang sudah meninggal. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits
dengan sanad yang shahih bahwa ada seorang yang menyebut-nyebut aib
orang yang sudah mati di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian menyebut-nyebut orang yang
sudah meninggal di antara kalian kecuali dengan kebaikan.”
Kedua, orang yang terkena fitnah
ghuluw (berlebih-lebihan dan
melampaui batas) hingga jatuh dalam pengkultusan. Jumlahnya lebih banyak
daripada golongan pertama. Fenomena menyebarkan foto hoax awan yang
menyerupai orang berdoa seraya memberikan keterangan bahwa awan itu
tepat berada di atas pemakaman Ustadz Jefri bisa jadi dilandasi motif
mengkultuskan. Yang pasti, sebagian masyarakat yang memang suka mistis
kemudian mempercayai awan itu sebagai tanda "karamah" rentan terjebak
pengkultusan. Padahal, jumlah jamaah yang mendoakan dan menshalatkan
serta amal dakwah Ustadz Jefri sebenarnya sudah cukup menunjukkan
kemuliaan beliau.
Fenomena
ghuluw yang lebih jelas ditunjukkan oleh sebuah media
nasional, bagaimana seorang wanita dari luar pulau menyempatkan datang
khusus ke Jakarta untuk berziarah ke makam Ustadz Jefri, rela mengantri
diantara ratusan peziarah lain, Ahad (28/4) kemarin. Ia kemudian mencium
batu nisan Ustadz Jefri. "Saya terharu ketika mencium batu nisan Uje,
saya benar-benar merinding dan benar-benar merasa tergetar," kata wanita
itu.
Sikap
ghuluw (berlebihan) terhadap makam orang shalih
dikhawatirkan lambat laun akan mengubah kuburan tersebut sebagai berhala
yang disembah. Itulah yang dikhawatirkan Rasulullah sehingga beliau
berdoa agar makamnya tidak disembah.
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ
عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
"Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala. Allah
sangat murka kepada orang-orang yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka
sebagai tempat ibadah" (HR. Imam Malik dalam Al Muwatha')
Doa Rasulullah itu kemudian dikabulkan Allah. Tidak seorangpun yang bisa mendekat kuburan Nabi untuk menyembahnya.
Sikap
ghuluw (berlebihan) terhadap orang shalih kemudian
menjadikannya berhala sebenarnya telah terjadi berkali-kali. Laata
adalah salah satu contohnya. Ia merupakan salah satu induk berhala yang
disembah oleh orang-orang musyrik di zaman jahiliyah. Allah berfirman
tentang penyembahan Laata, diantaranya pada Surat An-Najm ayat 19-20.
Ketika menafsirkan ayat tersebut, Mujahid mengatakan "Laata adalah orang
yang dahulunya mengadukkan tepung (dengan air atau minyak) untuk para
jama'ah haji. Setelah ia meninggal, mereka senantiasa mendatangi
kuburannya." Jadi Laata adalah orang shalih yang melayani jamaah haji
dengan membuatkan dan memberikan makanan untuk mereka. Ketika ia
meninggal kuburannya didatangi, diagungkan, lalu lama kelamaan mulailah
ia dikultuskan dan disembah. Setelah berganti zaman, hingga menjelang
Rasulullah diutus, Laata sudah dibuatkan berhala dan disembah oleh
orang-orang jahiliyah.
Semoga kita bisa bersikap proporsional atas wafatnya ulama, termasuk
Ustadz Jefri. Yakni menghormati dan mendoakan beliau serta meneruskan
perjuangan dakwahnya, tetapi tidak sampai terjebak pada sikap
ghuluw terhadapnya. Wallahu a'lam bish shawab. [Abu Nida]