Kekuatan
oposisi di Mesir mengancam akan memboikot pemilu yang akan diselenggarakan November
mendatang, kecuali militer mengamandemen Undang-undang pemilu.
Ikhwanul Muslimin dan 59 partai di Mesir dalam sebuah pernyataan
bersama menetapkan batas waktu hingga hari Minggu mendatang untuk memberi
kesempatan militer merevisi UU tersebut.
Kelompok oposisi itu mendesak perubahan UU yang memungkinkan
membatasi mantan pendukung Hosni Mubarak. “Kami akan memboikot [pemilu]
jika mereka tidak menanggapi secara positif tuntutan kami hari Minggu,†kata Sayyid
al-Badawi, kepala partai Wafd kepada kantor berita Mesir MENA.
Setelah dibubarkannya Partai Nasional Demokrat yang merupakan
partai pendukung Mubarak, Partai Keadilan bentukkan Ikhwanul Muslimin menjadi partai
politik terbesar dan paling terorganisir di Mesir.
Dewan Militer Mesir awal pekan ini mengumumkan pemilu akan
dilangsungkan tanggal 28 November mendatang dan pendaftara partai politik bisa
dilakukan sejak 12 Oktober.
Dengan UU Pemilu yang baru, partai politik akan bersaing
memperebutkan dua pertiga suara parlemen sementara sepertiga sisanya
dialokasikan untuk perwakilan individu.
Selain meminta perubahan UU pemilu, oposisi juga mendesak
militer untuk kembali memberlakukan treason law yang dikeluarkan di bawah
Gamal Abdel Nasser, mantan presiden Mesir, pada 1950-an saat memerangi korupsi dan
penyalahgunaan jabatan. Mereka juga mendesak pemberlakuan hukum darurat
harus dicabut selambat-lambatnya awal bulan ini.
Agustus bulan lalu, pemerintah mengirimkan versi baru dari
treason law kepada Dewan Militer namun hingga saat ini UU
tersebut belum disetujui.