Banyak yang berpikir bahwa kudeta
militer atas pemerintahan Presiden Mursi merupakan akhir dari sejarah
Ikhwanul Muslimin dalam perpolitikan di Mesir. Para pendukung faksi
liberal pun berpesta pora merayakan kudeta militer tersebut. Tak kurang,
pendukung Ikhwanul Muslimin di tanah air pun dilanda kesedihan, seakan
Ikhwanul Muslimin akan habis dan para petingginya akan masuk penjara
militer Mesir. Kita hanya bisa mengutuk dan membayangkan masa depan yang
suram bagi Ikhwanul Muslimin.
Namun dalam waktu dua hari, keadaan berubah 180 derajat. Suatu perubahan
politik yang luar biasa cepat. Dalam sekejap massa pendukung Mursi
datang dari berbagai daerah, bergabung dengan jutaan orang yang telah
bertahan di Rabiah Al Adawiyah, Kairo, untuk berdemo menentang kudeta
militer dan menuntut pembatalan pelengseran Mursi. Selain itu, massa
yang berdemo juga tersebar dan meluas di berbagai daerah di seluruh
Mesir. BBC melaporkan jumlah rakyat Mesir yang mendukung Mursi mencapai
30 juta orang. Mereka mendukung kepemimpinan sah Presiden Mursi dan
menolak tegas kudeta militer.
Para pendukung Mursi sebelumnya menahan diri menyikapi ultimatum dari
pihak militer terhadap Mursi. Mereka tidak yakin militer akan
benar-benar mengambil alih kekuasaan. Karenanya, saat itu demo anti
Mursi sangat leluasa memenuhi Tahrir Square. Militer pun tampak memberi
jalan bagi demo anti Mursi tersebut. Tapi ketika militer benar-benar
melakukan kudeta, seketika membuat pendukung tersadar bahwa militer
tidak main-main. Apalagi setelah itu, militer melakukan aksi-aksi
represif seperti penangkapan tokoh-tokoh Ikhwan, pemberlakuan keadaan
darurat, membubarkan parlemen dan pembekuan media pers.
Kondisi tersebut tak pelak memaksa pendukung ikhwan dan juga rakyat
Mesir bersikap. Ingatan mereka kembali terbayang bahwa Mesir akan
kembali pada era 80-an di masa Husni Mubarak yang sangat represif. Maka
massa pendukung Mursi dan rakyat Mesir segera bergerak. Mengingat
berbagai aktivitas amal dan sosial meluas Ikhwanul Muslimin selama
bertahun-tahun, kelompok ini memiliki pondasi cukup kokoh dalam
masyarakat Mesir. Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin memiliki basis
kekuatan sipil yang luas dan dapat dikerahkan setiap saat.
Yang sangat mengagumkan, perlawanan massa Ikhwan ini jauh lebih heroik,
dibandingkan waktu demo menuntut turun Mubarak tahun 2011. Dalam
orasinya, petinggi Ikhwan Muhammad Badie mengecam tindakan kudeta oleh
Militer yang telah menggulingkan kepemimpinan yang sah. Ia juga siap
mempertaruhkan nyawanya untuk membela Mursi. “Kami adalah pasukannya dan
kami siap mempertahankannya dengan nyawa kami,” tegas Badie dalam
orasinya. Ungkapan yang lebih heroik
diserukan oleh Badie, “Pemberontakan kami adalah damai dan akan tetap
damai, dan demonstrasi kita lebih kuat daripada peluru dan tank.”
Yang sangat menarik, banyak kalangan independen yang bergabung dengan
massa pendukung Mursi. “Saya bukan (anggota) Ikhwanul Muslimin, saya ini
profesional, mendambakan Mesir sebagai negara demokrasi hakiki,” kata
Dr. Mohamed Al Farouk seperti dikutip ANTARA. Farouk, dosen di Cairo
University, mengatakan penampilan Presiden Moursi dalam setahun
pemerintahannya memang ada kelemahan manajemen tetapi itu bukan
pembenaran untuk melengserkan dia secara paksa oleh tentara.
Aminah Wahab, seorang wanita yang tidak berjilbab, juga berpendapat
serupa. “Awalnya saya maklumi pelengseran Moursi. Tapi belakangan hati
nurani saya tidak menerima ketika pers dibungkam oleh penguasa otoriter
pasca-kudeta,” ujar wanita setengah baya itu. Karyawati bank pemerintah
itu merujuk pada pembungkaman sejumlah media massa cetak dan elektronik
pasca-pelengseran Moursi yang dianggap pro-Ikhwanul Muslimin.
Ahmed Al Goundy, mahasiswa teknik dari Univeritas Al Azhar mengaku baru
pertama kali turun ke jalan untuk menentang kudeta. “Terus terang, saya
bukan pro atau pendukung pemerintah. Ini pengalaman pertama saya
bergabung untuk memperjuangkan demokrasi yang benar,” tutur Al Goundy di
Bundaran Masjid Rabiah Adawiyah.
Melihat begitu masifnya dukungan rakyat Mesir untuk Mursi, membuat pihak
militer ciut nyalinya. Beberapa petinggi yang sudah ditangkap,
dilepaskan lagi untuk menenangkan massa. Muhammad Badie adalah salah
satunya. Sementara itu Panglima Lapangan Militer Mesir, sedang berusaha
menekan Menhan Mesir Jendral Al-Sisy untuk segera mencabut
pernyataannya, serta mengembalikan Presiden Mursi ke kursinya kembali.
Sungguh, ini adalah perubahan politik yang sangat cepat dan
mencengangkan. Dan ini menunjukkan bahwa rakyat Mesir menolak kudeta.
Pada sisi lain, hal ini menunjukkan pada dunia, tentang kekuatan
Ikhwanul Muslimin yang besar dan didukung rakyat Mesir. Ini sekaligus
juga merupakan titik balik dan kebangkitan Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul
Muslimin adalah organisasi politik tertua di Mesir, yang telah melalui
pahit getirnya perjalanan politik selama 80 tahun di bawah pemerintahan
militer yang represif. Pada awalnya Ikhwanul Muslimin adalah gerakan
amal dan dakwah yang aktif melakukan advokasi kepada masyarakat. Dengan
gerakan amal dan dakwahnya, membuat Ikhwanul Muslimin memiliki tempat
tersendiri di hari masyarakat. Rakyat Mesir begitu mencintai Ikhwanul
Muslimin karena gerakan amal sosialnya, dan mereka meragukan hal itu
dimiliki oleh partai liberal yang cenderung elitis. Terlebih dengan
militer yang menggurita dengan kerajaan bisnisnya.
Kita berharap yang terbaik untuk rakyat Mesir. Semoga rakyat Mesir
mendapatkan kembali kehidupan demokrasi yang hakiki dan dapat bangkit
dari keterpurukannya, serta dapat membangun Mesir yang bermartabat dan
disegani.