New York Times, Twitter dan Huffington Post telah kehilangan kendali atas laman-lamanya Selasa waktu setempat lalu, setelah para peretas pendukung pemerintah Suriah membobol perusahaan internet Australia yang mengelola situs-situs besar internet termasuk tiga situs itu.

Syrian Electronic Army (SEA), kelompok peretas yang menyerang organisasi-organisasi media yang dianggap memusuhi Presiden Suriah Bashar al-Assad, mengaku bertanggungjawab atas serangan peretasan kepada Twitter dan Huffington Post lewat rangkaian pesan Twitter.

Para pakar keamanan mengatakan jejak-jejak elektronik menunjukkan bahwa NYTimes.com, mengirimkan kembali para pengunjungnya ke sebuah server yang dikendalikan SEA sebelum situs itu kemudian blur tak bisa diakses.

Juru bicara New York Times Eileen Murphy lalu mengirimkan tweet bahwa lamanya tidak bisa diakses akbat serangan eksternal berbahaya, sedangkan serangan ke Huffington Post terbatas kepada alamat webnya yang di Inggris.  Twitter mengaku serangan itu telah mematikan akses ke situs itu sampai 90 menit, namun tidak ada informasi pengguna yang dibobol.

Serangan peretas itu terjadi setelah pemerintahan Obama mempertimbangan serangan militer kepada pemerintah Suriah yang terlibat perang saudara dengan pemberontak dalam lebih dari dua tahun ini.

Agustus ini para peretas mempromosikan SEA dengan membidik laman-laman milik CNN, Time dan Washington Post dengan membobol layanan pihak ketiga yang digunakan situs-situs lainnya.

SEA membobol situs-situs itu dengan membajak MelbourneIT, perusahaan penyedia jasa internet asal Australia yang menjual dan mengelola nama domain-domain, termasuk Twitter.com dan NYTimes.  Setelah itu. New York Times memerintahkan karyawan-karyawannya untuk tidak mengirimkan email sensitif ke akun-akun korporat.

MelbourneIT menjejak pembobolan sampai ke sebuah perusahan penyedia jasa internet asal India dan mengatakan dua anggota staf dari salah satu reseller-nya membuka email palsu demi melihat rincian email.

Menurut CEO MelbourneIT Theo Hnarakis, SEA membidik secara khusus New York Times untuk menciptakan serangan tingkat tinggi. "Ini adalah serangan yang sangat canggih," kata Theo Hnaraksi seperti dikutip Reuters.