REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasal penghinaan terhadap presiden
dan wakil presiden yang tertuang dalam draf Revisi Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RUU KHUP) mesti dicermati secara saksama. Hal ini karena
pasal tersebut berpotensi menciptakan dua implikasi yang berbeda.
"Harus dilihat secara terukur," kata Wakil Ketua Komisi III RI dari
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf ketika
dihubungi
Republika di Jakarta, Kamis (4/4).
Pasal penghinaan berpotensi membelenggu kehidupan demokrasi di
Indonesia. Pemerintah bisa dengan gampang membungkam suara kritis dengan
alasan-alasan subyektif. Namun, di sisi lain jika kritik dibebaskan
begitu saja hal itu bisa berdampak negatif bagi harkat martabat bangsa
Indonesia.
"Demokrasi bisa mati. Tapi, bisa juga demokrasi menjadi kurang beradab," ujar Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Muzammil menawarkan jalan tengah atas kontroversi pasal penghinaan.
Pertama, merumuskan secara cermat arti kata penghinaan. Kedua, tidak
meloloskan pasal ini sebagaimana pernah dilakukan Mahkamah Konstitusi
(MK) pada 2006.
Sumber : Republika.co.id