JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Mahfudz Siddiq menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah muncul
sebagai "dewa hukum" baru di Indonesia, sehingga menjadikan komisi
tersebut kebal kritik.
"KPK sekarang sudah menjadi 'dewa hukum'
baru. Namanya dewa ya putusannya harus diterima, tidak boleh dikritik,
atas nama penghormatan terhadap proses hukum," katanya di sela-sela
Kongres Kebangsaan Forum Pemimpin Redaksi di Jakarta, Selasa (10/12).
Pernyataan itu muncul saat diminta mengomentari vonis yang dijatuhkan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepada mantan Presiden PKS Luthfi Hasan
Ishaq (LHI).
Mahfudz juga mengklaim dirinya menangkap ada
berbagai reaksi dan tanggapan dari publik atas vonis tersebut, khususnya
di jejaring media sosial. Termasuk sikap membanding-bandingkan berat
hukuman yang dijatuhkan untuk masing-masing kasus korupsi.
Hal
ini dinilai Mahfudz menjadi indikasi adanya sikap masyarakat yang
menganggap terdapat kejanggaln terhadap vonis itu. "Yang jelas, begitu
masyarakat sudah menilai ada kejanggalan, ini menjadi peringatan serius
bagi KPK," ujarnya.
Dijelaskannya, ada kebingungan masyarakat
terkait adanya terdakwa lain yang kasus korupsinya yang angkanya lebih
besar tapi vonisnya hanya empat atau tujuh tahun. "Sementara kasus LHI
yg dakwaannya Rp1 miliar dan itu pun belum diterima, dan ada fakta
persidangan Fathonah akan menyerahkannya kepada orang lain tetapi
diabaikan itu malah vonisnya 16 tahun," ujarnya.
Reaksi dan
tanggapan tersebut, kata Mahfudz, menjadi peringatan kepada KPK bahwa
dalam pengambilan keputusan jangan sampai diwarnai dimensi dan nuansa
lain. "Termasuk nuansa politik dan sebagainya," ujarnya.