Satu-satunya kejutan dalam peristiwa
kudeta militer di Mesir pada bulan lalu adalah bahwa korban Presiden Mursi dan
mesin politiknya, yaitu Ikhwanul Muslimn, tidak terpikir dan tidak mengendus
akan adanya rencana kudeta tersebut.
Setelah berpuluh puluh tahun
Ikhwanul Muslimin berpengalaman mengalami penindasan, penangkapan, bahkan
penyiksaan dan pembunuhan oleh rezim militer Mesir yang didukung Zionis dan
Barat di belakangnya, semestinya Presiden Mursi lebih memiliki pengetahuan
mengenai kemungkinan seperti ini. Demikian tulis editorial OnIslam.net,
Sabtu (3/4/ 2013).
Setelah agen rahasia Amerika CIA dan
agen rahasia Inggris MI-5 merekayasa penggulingan Perdana Menteri Iran yang
terpilih secara demokratis yaitu Muhammad Mossadeq pada 1953, karena ia berani
melakukan nasionalsasi industri minyak Iran dan merebut bisnis minyak ini dari
Anglo-Iranian Oil Company (yang kini diubah namanya menjadi British Petroleum),
maka Presiden Muhammad Mursi semestinya lebih tahu soal ini.
Setelah militer menganulir hasil
pemilu demokratis di Aljazair, dan mengambil alih kekuasaan dari partai
pemenang pemilu yaitu FIS (Front Penyelamat Islam) pada 1992, dimana Amerika
dan Prancis merestuinya dengan sepenuh hati karena FIS bersikap oposisi kepada
hegemoni Barat di wilayah tersebut, semestinya Presiden Mursi lebih tahu
tentang ini.
Setelah rezim Zionis dan agen
rahasia Mossad menjepit Gaza dengan serangan dan blokade ekonomi kepada Hamas
yang memenangi pemilu secara demokratis di Palestina pada tahun 2006, hingga
menghancurkan ekonomi Palestina, kemudian secara tidak sah
mendukung Partai Fatah untuk menjadi penguasa di wilayah Tepi Barat
(sementara Hamas hanya di Gaza), semestinya Presiden Mursi lebih tahu
pengalaman ini.
Setelah Rezim Bush yang didukung
Barat menyerang Irak dengan tuduhan mengada-ada tentang pabrik senjata kimia di
Irak tidak terbukti, dan semuanya itu berujung pada penguasaan bisnis minyak di
Irak, semestinya Presiden Mursi lebih tahu untuk mengantisipasi hal-hal semacam
ini.
Tak Ada Kejutan
Lalu jika hari ini militer Mesir
telah nyata-nyata menelikung hasil pemilu demokratis dan dalam waktu berminggu-minggu
atau kalau perlu berbulan-bulan menyusun rencana untuk mencegah Mursi naik
kembali dalam kekuasaaan, maka pasti ada “imbalan dan kesepakatan” Jenderal
Sisi dengan International Monetary Fund (IMF) serta negara-negara Barat terkait
bisnis minyak di negeri itu.
Maka ini bukan sesuatu yang
mengejutkan. Satu-satunya hal yang mengejutkan pengamat adalah bahwa Mursi
sepertinya tidak mengendus dan mengantisipasi kemungkinan Jenderal Abdul Fatah
Al-Sisi akan melakukan kudeta kepada dirinya, dimana jenderal Sisi jelas
dulunya dibesarkan di masa sang diktator Husni Mubarak.
Setelah bertahun-tahun ditraining di
Amerika, Saudi Arabia, dan Inggris, Jenderal Sisi seharusnya tidak dipercaya
oleh President Mursi untuk memegang “pertahanan” Mesir. Dan seharusnya Mursi
telah memiliki rencana untuk memandulkan rantai komando tokoh-tokoh militer
yang dibesarkan di zaman Mubarak, dan menggantikannya dengan tokoh yang lebih
mendukung visinya.
Mungkin, atas nama “kompromi” Mursi
berpikir dapat membuat kesepakatan dengan “setan” dan berdamai dengan kekuatan
Barat, dimana Mursi mungkin terlalu percaya diri dengan hitungan kekuatan massa
pendukungnya, yang akhirnya kini tidak tahu di mana Mursi ditahan, dan putus
kontak dengan keluarga, kolega dan pengacaranya.
Setelah kudeta tahun 1953 di Iran
menggulingkan PM Mossadeq, rezim militer yang kejam dan brutal melakukan
aksinya demi mendukung naiknya diktator Muhammad Reza Shah, anak dari rezim
Pahlevi yang merupakan politisi yang kompeten.
Tak lama setelah naiknya diktator
Shah Reza Pahlevi, penguasa militer yang brutal menikmati dukungan dari Amerika
dan segera membantuk satuan polisi rahasia bernama SAVAK (Organisasi Intelijen
dan Keamanan Nasional), yang berfungsi menghancurkan semua anasir yang
berpotensi merongrong kekuasaan rezim tersebut. Pola yang sama mungkin akan
kita saksikan di panggung Mesir pada esok hari.
Di dunia Muslim, kita masih
melihat orang-orang mengembangkan idenya masing-masing, visinya sendiri-sendiri
tentang bagaimana memandang dunia ini menjad lebih baik, terkait dengan
keadilan sosial, harga diri dan kekuasaan.
Dan kita telah menyaksikan berbagai
pemilu di dunia ini dimana pemimpin yang menang digulingkan atau dibunuh. Dalam
kasus Presiden Muhammad Mursi, akan dikenai tuduhan sebagai “mata-mata”. Dan
sejauh ini Amerika sebagai pendukung utama militer Mesir menolak untuk menyebut
peristiwa ini sebagai kudeta. Menlu AS John Kerry baru-baru ini malah
menyatakan bahwa militer Mesir bertindak atas nama rakyat untuk memulihkan
demokrasi.
Ya, semestinya Mursi bisa mengetahui
hal ini lebih baik lagi. Dan partai-partai Islam di mana pun berada bisa
mengambil pelajaran lebih baik lagi dari peristiwa ini. Atau lebih tahu sejak
dini, belajar dari kasus-kasus di atas, bahwa sesungguhnya demokrasi adalah alat
‘fatamorgana’ untuk menipu kaum Muslimin, dan karenanya semestinya sadar untuk
hanya berdiri di atas sistem dan jalan Islam!