Komisi II DPR RI mendukung penundaan penetapan daftar pemilih tetap (DPT) tingkat nasional untuk kedua kalinya demi akurasi data pemilih untuk Pemilu 2014, kata Wakil Ketua Komisi II Arief Wibowo di Jakarta, Kamis malam (31/10).

"Tidak akan berpengaruh jika kemudian ditambah waktu karena satu kebutuhan demi akurasi daftar pemilih yang berkualitas," kata anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan itu di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP).

Dia mengatakan pengalaman pelaksanaan Pemilu 2004 dan 2009 juga mengalami pemunduran jadwal penetapan DPT, dan akibatnya tidak ada ganggunan terkait penyediaan logistik Pemilu.

"Yang paling penting adalah para pemangku kepentingan itu yakin kalau DPT ini sudah akurat, dan itu yang harus dibereskan menjelang penetapan (DPT) itu," katanya.

Kamis sore, Komisi II DPR menggelar RDP dengan mengundang berbagai pihak dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

Terkait daftar pemilih di dalam negeri, KPU dan Kemendagri memiliki selisih data penduduk berusia pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih.

KPU menemukan sedikitnya 13,9 juta penduduk belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK), sehingga tidak dapat diungga ke dalam daftar pemilih. Oleh karena itu, KPU meminta bantuan Kemendagri untuk memberikan NIK terhadap 13,9 juta penduduk berusia pemilih tersebut.

Namun Kemendagri berkukuh bahwa seluruh data daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) sebanyak 190 juta orang, yang telah diserahkan ke KPU pada 7 Februari lalu, telah memiliki NIK.

Oleh karena itu, Kemendagri meminta KPU betul-betul mencermati kembali bahwa angka 13,9 juta pemilih tersebut benar-benar ada di lapangan dan berhak sebagai pemilih untuk Pemilu 2014.

"Kami menyarankan KPU masih perlu melakukan pencermatan. Jangan sampai ada orang yang berhak memilih tetapi tidak masuk DPT, juga jangan sampai ada orang yang tidak berhak memilih malah masuk DPT," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Irman.

"Kalau kami terlanjur memberikan NIK tapi tidak ada orangnya, itu akan menjadi pelanggaran pidana bagi kami. Atau kami berikan NIK tapi ternyata nama, tanggal lahirnya salah itu juga termasuk pidana menurut UU Nomor 23 Tahun 2006," ujarnya.
(F013/M014)(antara)