Orang yang menghayati sunnah dan sirah
Nabi saw akan menemukan beberapa hadits yang mengungkap hakikat jihad
yang ditanamkan Rasulullah saw dalam jiwa para sahabat ra. Semua tertera
dengan jelas tanpa ada kesamaran sedikit pun. Hadits-hadits itu antara
lain:
“Tiada seorang Nabi pun yang diutus sebelumku, kecuali mempunyai
beberapa hawari (pengikut setia) dan sahabat dari umatnya yang selalu
memegang sunnahnya dan melaksanakan perintahnya. Kemudian setelah mereka
muncul beberapa generasi pengganti, mereka mengatakan sesuatu yang
tidak diamalkan dan mengamalkan apa yang tidak diperintahkan.
Barangsiapa yang berjihad kepada mereka dengan tangannya, maka dia
mukmin, barangsiapa yang berjihad kepada mereka dengan lisannya maka dia
mukmin, barangsiapa yang berjihad kepada mereka dengan hatinya maka dia
mukmin, dan tiada keimanan setelah itu meskipun seberat dzarrah.” (HR. Muslim)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. Rasulullah saw bersabda,
“Seutama-utama jihad adalah kalimat yang adil di hadapan pemimpin atau penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud)
Zaid bin Khalid ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa membekali orang yang berperang di jalan Allah, maka
sesungguhnya ia telah berperang. Barangsiapa mengurusi keluarga orang
yang berperang di jalan Allah, maka sesungguhnya ia telah berperang.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang memohon syahid di jalan Allah dengan tulus, maka
Allah menyampaikannya ke derajat para syuhada, meskipun ia mati di
tempat tidurnya.” (HR. Muslim)
Hadits-hadits Rasulullah saw tersebut memberikan gambaran kepada kita
bahwa hakikat jihad yang ditanamkan Rasulullah saw dalam jiwa para
sahabat tidak hanya terbatas pada makna mengalahkan musuh dengan
sebagian cara fisik, seperti tebasan pedang, tusukan tombak, lemparan
panah, dan sejenisnya –sebagaimana dipahami sebagian kaum muslimin.
Jihad memiliki makna lebih mendalam, cakupan lebih menyeluruh, dan
wilayah yang lebih luas.
Hakikat jihad yang disebutkan pada hadits-hadits di atas berkisar pada: “Pencurahan
potensi dan kemampuan secara maksimal untuk membebaskan seluruh dunia
dari kekuasaan thaghut yang menjadi tandingan kekuasaan Allah swt.”.
Dengan demikian, ia mencakup jihad terhadap jiwa, sehingga tarbiyah
ilahiyah yang diberikan kepada jama’ah Islam generasi pertama berkisar
pada masalah ini.
Hakikat jihad mencakup jihad terhadap orang lain dengan tangan, lisan,
dan hati. Membekali orang-orang yang berperang, mengurus kebutuhan
keluarga dan anak-anak mereka, baik mereka yang berperang akan pulang
atau tidak karena bertemu dengan Tuhan-nya.
Bahkan lebih dari itu, jihad juga mencakup sikap menghadirkan niat untuk
berjihad dan berperang selama mata masih dapat berkedip, selama nadi
masih berdenyut. Namun, syaratnya adalah niat itu dibuktikan dengan
mempersiapkan segala perbekalan dan segala hal yang dibutuhkan dalam
jihad, dalam bentuk aktivitas nyata.
Jenis jihad dan ribath yang dituntut Islam sangat dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi yang dihadapi generasi manusia di setiap masa, juga
kondisi musuh yang ada di sekitar mereka. Karena itu, seseorang yang
menggeluti sebagian jenis jihad yang menjadi tuntutan zaman dan sangat
dibutuhkan oleh kondisi saat itu tidak boleh dianggap sebagai qa’id
(orang yang duduk-duduk saja), atau orang yang melarikan diri dari medan
jihad.
Bagaimana mungkin orang seperti itu disebut qa’id, sementara Rasulullah
saw menyebutkan orang-orang mukmin yang tidak mengikuti perang Tabuk
karena tidak mempunyai perbekalan atau sakit dengan sabdanya,
“Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang lelaki, tidaklah kalian
menempuh suatu perjalanan dan melintasi suatu lembah kecuali mereka
menyertai kalian. Mereka tertahan oleh sakit.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw juga pernah bertanya kepada seorang lelaki yang berbai’at
kepadanya untuk hijrah dan jihad demi mencari pahala Allah, “Apakah salah seorang dari orang tuamu masih hidup?” Orang itu menjawab, “Ya.” Rasulullah saw bertanya, “Engkau ingin mencari pahala dari Allah Ta’ala?” Orang itu menjawab, “Ya.” Rasulullah saw bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu, dan pergaulilah mereka dengan baik!” (HR. Bukhari)
Cara Rasulullah Menanamkan Ruh Jihad Kepada Para Sahabat
Dalam menanamkan semangat jihad kepada para mujahid generasi awal,
Rasulullah saw memiliki beberapa perangkat agar ruh jihad para sahabat
tidak surut dan bahkan padam. Beberapa perangkat penumbuh ruh jihad yang
digunakan Rasulullah saw di antaranya ialah:
Keteladanan
Rasulullah saw yakin bahwa media yang paling baik dan sarana yang paling
utama dalam menanamkan ruh jihad pada jiwa para sahabatnya adalah
keteladanan. Sebab, perilaku seseorang di tengah seribu orang lebih
efektif daripada perkataan seribu orang kepada seorang saja. Oleh karena
itu, Rasulullah saw berupaya menjadi teladan bagi para sahabat ra.
Dari Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, sejarah mencatat bahwa Rasulullah saw
terjun langsung memimpin peperangan bersama para sahabatnya sebanyak dua
puluh tujuh kali. Beliau juga mengirimkan ekspedisi (peperangan yang
tidak dipimpin langsung) sebanyak enam puluh kali. Pada setiap event,
Rasulullah saw membuat strategi dan cara pelaksanaannya, serta selalu
memantau dan mengevaluasi strategi-strategi tersebut.
Begitulah komitmen Rasulullah saw untuk menjadi teladan bagi para
sahabatnya. Hal inilah yang membuat para sahabat bertanya pada diri
mereka masing-masing, “Apabila seperti ini keadaan Rasulullah saw
yang telah diampuni seluruh dosanya, baik yang telah lalu maupun yang
kemudian, maka bagaimana dengan kami?”
Terjun Langsung ke Medan Jihad
Rasulullah saw juga meyakini bahwa media terbaik dan sarana paling utama
untuk menanamkan ruh jihad dalam jiwa para sahabat adalah dengan terjun
langsung ke medan jihad. Sebab, medan jihad adalah satu-satunya sarana
penyiapan dan pembinaan yang paling efektif.
Pada masa-masa awal, Rasulullah saw memerintah para sahabat untuk
berjihad terhadap jiwa mereka, dengan cara melepaskan tradisi-tradisi
dan budaya jahiliyah, membebaskan diri dari tarikan syahwat dunia dan
unsur tanah, serta mentaati segala yang diperintahkan dan menjauhi
segala yang dilarang Allah.
Rasulullah saw bersabda kepada mereka, “Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap jiwanya di jalan Allah Azza wa jalla.”
Tindak lanjut dari tarbiyah pada fase awal ini, Rasulullah saw membawa mereka terjun ke medan yang sesungguhnya.
Selain itu, beberapa bukti juga menunjukkan kesungguhan Rasulullah saw
dalam memberikan bekal pada setiap sahabat yang mendapatkan tugas jihad,
agar ia dapat melaksanakan tugas itu dengan baik.
Dalam setiap kesempatan, Rasulullah juga tiada pernah henti memotivasi
para sahabat dengan mendoakan keberhasilan bagi mereka dalam mengemban
tugas.
Ali bin Abi Thalib ra. berkata, “Rasulullah mengutusku ke Yaman,
lantas saya berkata kepadanya, ‘Wahai Rasulullah, engkau mengutusku
kepada kaum yang lebih tua daripadaku, agar aku menghukumi mereka?’
Rasulullah saw menjawab, ‘Berangkatlah, sebab sesungguhnya Allah swt
akan mengokohkan lisanmu dan menunjukkan hatimu!’” (HR. Abu Dawud)
Tahapan-tahapan yang Jelas
Rasulullah saw meyakini bahwa yang paling tepat dan efektif dalam
menanamkan semangat jihad pada jiwa sahabatnya adalah adanya tadarruj
(tahapan) dalam proses. Artinya, Rasulullah saw menempuh beberapa
tahapan dalam menanamkan dan memantapkan semangat jihad pada jiwa para
sahabat.
Tahap pertama adalah perbaikan pribadi dan pembinaan jiwa. Tahapan ini
harus disertai dengan upaya pencerahan akal pikiran dan penguatan jasad,
karena aspek kejiwaan manusia merupakan landasan bagi aspek luar.
Apabila hati dan jiwa baik, maka baik dan luruslah seluruh anggota
badan. Sebaliknya, apabila rusak maka rusaklah seluruh anggota badan.
Rasulullah saw bersabda,
“...Perhatikanlah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal
daging. Ababila ia baik maka baiklah seluruh badan dan apabila ia rusak
(jahat) maka rusaklah seluruh badan. Perhatikanlah, bahwa segumpal
daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari).
Setelah itu pada tahapan selanjutnya Rasulullah saw mentarbiyah mereka pada aspek kesabaran, ketahanan, dan pemberian maaf.
Khabab bin Al-Art ra berkata, “Saya menemui Rasulullah saw yang
tengah tiduran berbantal burdah di bawah lindungan Ka’bah –kala itu kami
sedang menerima siksaan yang amat pedih dari orang-orang
musyrikin—lantas berkata kepada beliau, ‘Tidakkah anda berdoa kepada
Allah?” Rasulullah saw lantas duduk dan wajahnya terlihat memerah,
sembari berkata, ‘Sesungguhnya, orang-orang sebelum kalian ada yang
disisir dengan sisir besi hingga daging atau uratnya terkelupas dari
tulangnya, namun hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya.
Adapula diletakkan gergaji di tengah kepalanya lalu kepalanya dibelah
menjadi dua, namun hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya.
Sungguh, urusan (agama) ini akan sempurna (menang), sehingga pengendara
yang berangkat dari Shan’a menuju Hadlramaut tidak merasa takut kecuali
kepada Allah dan takut pada harimau atas kambingnya.” (Bukhari, Ash-Shahih, Kitabul Manaqib, bab Alamatin Nubuwwah Fil Islam 4/244)
Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw menyaksikan keluarga Yasir dibelenggu dan disiksa, namun beliau hanya mengatakan,
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, bersabarlah wahai keluarga Yasir,
bersabarlah wahai keluarga Yasir, sebab janji untuk kalian adalah
surga!” (Ibnu Hajar dalam Al Ishabah fi Tamyizish Shahabah)
Setelah itu para sahabat dipandu memasuki tahapan hijrah, baik hijrah ke Habasyah maupun hijrah ke Madinah Al-Munawwarah.
Tahapan berikutnya –setelah tahapan hijrah—adalah tahapan perintah untuk
melawan orang yang memerangi Rasulullah saw dan para sahabatnya.
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka.” (QS. Al Hajj : 39)
Demikianlah Rasulullah saw membawa para sahabatnya dari satu tahapan
menuju tahapan selanjutnya. Dengan demikian, semangat jihad benar-benar
mengakar dalam jiwa mereka hingga tiada satu waktu pun lewat tanpa
mereka manfaatkan untuk berjihad dalam medan yang diridhai Allah swt dan
Rasulullah saw.
Keragaman dan Kontrol
Rasulullah saw menyadari bahwa perangkat penanaman ruh jihad pada jiwa
para sahabatnya haruslah beragam dan harus dipantau secara terus
menerus. Hal demikian ditempuh agar tiada kejenuhan dan kebosanan, serta
agar tiada kelalaian dan kelengahan.
Oleh karena itu Rasulullah saw menggunakan berbagai metode, sarana, dan
perangkat yang beragam. Beliau kadang menggunakan perumpamaan,
menggunakan analogi, dan lain sebagainya.
Keragaman cara dan kontrol yang berkesinambungan mempunyai dampak yang
sangat besar dalam penanaman semangat jihad pada jiwa para sahabat
Rasulullah saw. Sehingga semangat jihad benar-benar merasuk dalam hati
mereka dan mengalir dalam urat nadi mereka, sebagaimana mengalirnya air
pada batang pohon yang hijau.
Bai’at atau Janji Setia
Di antara sarana yang digunakan Rasulullah saw dalam menanamkan ruh
jihad dalam jiwa para sahabat adalah bai’at atau janji setia.
Pandangan kenabian telah mengajarkan kepada Rasulullah saw bahwa jiwa
manusia yang sering tidak disiplin dan menyimpang karena desakan aspek
dunia secara terus menerus, serta bujukan dan bisikan setan yang selalu
menyertai manusia di setiap langkah.
Rasulullah saw memahami bahwa di antara terapi yang paling manjur bagi
penyakit tersebut adalah pelaksanaan bai’at dan janji setia. Oleh karena
itu, Rasulullah saw melaksanakan hal tersebut bersama para sahabat.
Rasulullah saw melaksanakan baiat tersebut dengan penuh kasih sayang,
lemah lembut, dan secara bertahap dari satu urusan kepada urusan yang
lain, sehingga dapat membawa para sahabat pada kemurnian ibadah kepada
Allah swt semata baik lahir maupun batin.
Demikianlah Rasulullah saw membai’at para sahabat dengan
mempertimbangkan kondisi, potensi, dan kemampuan mereka. Rasul tidak
membebani mereka dengan perintah secara sekaligus, tetapi sedikit demi
sedikit, dan ia membai’at mereka untuk hal tersebut.
Ketika jiwa mereka menjadi kuat dan terbebas dari pengaruh-pengaruh
buruknya, hingga setan tidak memiliki tempat di dalamnya, maka tibalah
saatnya untuk melakukan bai’at terbesar, yaitu menyerahkan jiwa raga dan
harta kepada Allah secara total, tanpa ada keraguan dan niat untuk
membatalkan janji, agar mendapatkan imbalan surga dan keridhaan Allah
swt.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi)
janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah
kemenangan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat,
yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara
hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS. At Taubah : 111-112)
Ummu Haniyya
Sumber: Manhajur Rasul fi Ghorsi Ruhil Jihad fi Nufusish Shahabah