WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akhirnya mengecam keras tragedi
pembantaian demonstran pro-Presiden Mesir Muhammad Mursi. Paman Sam
mengkritik pemerintahan sementara dan militer di ibu kota Kairo lantaran
abai terhadap unsur-unsur demokrasi.
Meskipun telat, namun
kecaman AS ini adalah pernyataan terkeras Washington terkait situasi
runyam di Negeri Piramida tersebut. Dalam siaran resmi, saat Senin
(29/7) waktu setempat, Gedung Putih mengatakan, kewajiban militer adalah
melindungi masyarakat sipil, bukan sebaliknya, memberondong mereka
dengan peluru tajam.
"Amerika Serikat mengutuk keras tragedi
genangan darah dan kekerasan di Mesir baru-baru ini,'' demikian
pernyataan tersebut, seperti dilansir kanal berita
Aljazirah, Selasa (30/7).
Bagi
AS, tidak ada alasan bagi militer melakukan pembantaian terhadap
rakyatnya sendiri. Apalagi pembantaian itu berawal dari aksi damai
berdemonstrasi. Ikhwanul Muslimin mengatakan sedikitnya 120 orang tewas
serangan militer ke massa pendukung Mursi saat Jumat (26/7) dan Sabtu
(27/7).
Serangan itu adalah untuk membubarkan aksi damai massa
menolak pemerintahan transisi. Aksi tersebut adalah yang kesekian kali
pascakudeta militer awal bulan lalu. Serangan itu juga mencatatkan
pasien luka-luka sebanyak 4.500 warga sipil pendukung presiden sokongan
Ikhwanul Muslimin tersebut.
Aljazirah mengatakan
eskalasi politik dan keamanan yang semakin tajam di Kairo membuat AS
hati-hati mengeluarkan ancaman. Seperti diketahui, sejak penggulingan
kepemimpinan Mursi oleh Panglima Militer Mesir Jenderal Abdel Fattah
el-Sisi, Rabu (3/7) lalu, Paman Sam ogah menyebut penggulingan itu
sebagai kudeta militer.