Jakarta - Geliat perburuan aset Bank Century hingga ke luar
negeri mulai surut. Tak lagi tampak semangat yang berkobar seperti
beberapa waktu lalu. Pemberitaan di media-media pun redup meski semua
data yang dibutuhkan sudah terkumpul.Pakar hukum pidana
Universitas Padjajaran (Unpad) I Gede Pantja Aztawa mengungkapkan, saat
ini semua dokumen, fakta-fakta, dan informasi dari panitia angket sudah
ada, demikian pula degan temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Seharusnya data-data tersebut dapat menjadi bukti awal bagi KPK untuk
memulai langkah.
"Nyatanya hingga saat ini KPK masih belum berani menyebutkan nama," tuturnya kepada INILAH.COM, Senin (1/4/2014).
Menurut
dia, sudah menjadi ciri khas hukum di Indonesia ketika berbenturan
dengan kekuasaan semua menjadi tidak mudah. Apalagi ketika berurusan
dengan para petinggi setingkat menteri, wakil presiden dan presiden.
"Hukum
selalu menjadi subordinat dari kekuasaan. Istilah hukum itu panglima
hanya ada di atas kertas," ungkap Guru Besar Ilmu Hukum Unpad tersebut.
Pantja
melanjutkan, pengejaran kasus Century harus mendapat perhatian lebih
dari semua pihak. Masyarakat hendaknya terus menanyakan sejauh mana
perkembangannya dan progresnya tidak signifikan. Hal ini penting karena
kasus tersebut bukan hanya menyangkut kerugian negara yang mencapai
triliunan, namun juga terkait beberapa petinggi negara yang terlibat.
"Jika sudah jelas siapa yang kira-kira jadi tersangka, ya harus segera ditangkap. Siapapun dia," tegasnya.
Sementara
itu, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir
menegaskan, sulitnya pengejaran aset Century ke luar negeri dikarenakan
adanya tokoh-tokoh penting yang masih menjabat di lembaga-lembaga
tertinggi negara.
"Beberapa tokoh yang diduga terlibat saat ini masih menduduki posisi sentral," ujarnya.
Menurut
dia, saat ini diperlukan keberanian, kesungguh-sungguhan, dan analisis
kritis KPK dalam mengungkap kasus yang mengakibatkan kerugian negara
sebesar Rp6,7 triliun tersebut.
Dengan demikian, berbagai penyimpangan termasuk ideologi pengambilan kebijakan penggelontoran dana dapat diulas secara tuntas.
"KPK
butuh orang-orang ahli perbankan yang paham dan mampu secara kritis
mengungkap kasus ini seperti M.Ichsanudin Noorsi," tambahnya.