Apakah kalau ada pembunuh yang mengakui perbuatannya, apalagi dilakukan secara luar biasa sadisnya, dia patut dipuji?
Bagi Presiden SBY, jawabannya adalah “ya!”
Setelah tim investigasi dari TNI-AD
melakukan penyelidikan siapa pelaku penyerangan dan pembunuhan empat
tahanan di Lapas Kelas II Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, selama lima
minggu, akhirnya menghasilkan pengakuan dari 11 anggota Grup II Komando
Pasukan Khusus (Kopassus) Kartosura, Jawa Tengah, bahwa merekalah
pelakunya.
Atas pengakuan mereka itulah Presiden
SBY, hari ini (Jumat, 5/4/2013) dalam jumpa persnya memuji sikap 11
orang prajurit Kopassus itu.
“Saya dapatkan laporkan semuanya, para prajurit yang melakukan
tindakan itu tampil secara bertanggung jawab, secara kesatria, dan siap
mendapatkan sanksi hukum apa pun. Demikian juga para komandan akan ikut
bertanggung jawab semuanya,” kata Presiden, di Kompleks Istana Presiden,
Jakarta (Kompas.com)
Selain itu, kata Presiden, pengakuan para prajurit itu melegakan.
“Bagi saya, itu melegakan. Itu sifat kesatria, bertanggung jawab atas
apa yang dilakukan, tapi memberikan pembelajaran yang baik bahwa itulah
prajurit sejati yang tentunya harus ditunjukkan kepada seluruh rakyat
Indonesia bahwa mereka bertanggung jawab. Setelah itu, tentu hukum harus
ditegakkan seadil-adilnya,” kata Presiden.
Apakah hanya karena 11 anggota Kopassus mengakui perbuatannya itu,
maka Presiden layak memberi gelar kesatria kepada mereka? Seandainya,
tidak dilakukan penyelidikan oleh tim investigasi TNI-AD itu, apakah
mereka akan tetap mengakui perbuatannya itu?
Rakyat patut menjadikan sikap para oknum Kopassus itu sebagai
contoh? Rakyat akan bisa menafsirkan bahwa mereka boleh saja main hakim
sendiri, seandainya anggota keluarganya menjadi korban kejahatan.
Termasuk membunuh pelakunya. Asalkan setelah itu mengakui semua
perbuatannya, dan mengakui perbuatannya secara hukum. Apakah itu yang
dikehendaki Presiden SBY?
Kalau itu yang terjadi, maka jangan kaget kalau negara ini akan
benar-benar menjadi ladang hukum rimba. Kejahatan dibalas kejahatan,
pembunuhan sadis dibalas pembunuhan sadis, asalkan setelah itu mengaku
dan mau bertanggung jawab. Itu sikap terpuji, berjiwa kesatria.
Begitu gampangnya SBY memuji 11 anggota Kopassus pelaku
penyerangan dan pembunuhan di Lapas Kelas II Cebongan, Sleman DI
Yoygkarta itu, padahal sebelumnya dia sendiri yang mengecam keras
perbuatan mereka sebagai sebuah serangan langsung terhadap kewibawaan
negara. Negara tidak boleh kalah dengan ulah para pelakunya.
Melalui Staf Khusus Presiden bidang Politik Daniel Sparringa,
Presiden SBY, waktu itu menyatakan, bahwa serangan itu selain merupakan
serangan langsung kepada kewibawaan negara, juga telah menghancurkan
kepercayaan publik terhadap supremasi hukum.’
“Presiden menegaskan bahwa kewibawaan negara harus dipulihkan dan
kepercayaan rakyat terhadap hukum tidak boleh berkurang karena peristiwa
ini. Presiden SBY menyeru agar masyarakat ikut memberi dukungan dan
mengawal proses penyelidikan ini,” kata Daniel waktu itu.
Sekarang, setelah diketahui pelakunya dari okunum-oknum Kopassus,
kenapa SBY “berbalik” memuji mereka? Hanya karena mereka mengakui
perbuatannya. Padahal, jika tidak ada penyelidikan dari atasannya, besar
kemungkinan, mereka akan tetap diam seribu bahasa.
Pelaku-pelaku pembunuhan yang mengakui perbuatannya di masyarakat
sipil, sudah merupakan hal yang biasa. Apakah mereka tidak berjiwa
kesatria?
Bagaimana bisa, Presiden SBY memuji oknum-okunum Kopassus itu
sebagai berjiwa kesatria, padahal merekalah adalah pelaku-pelaku
penyerangan langsung kepada wibawa negara dan supremasi hukum? Bagaimana
bisa Presiden SBY memuji mereka, padahal mereka telah bergerak
melakukan aksi militernya bukan demi kepentingan negara, bergerak tanpa
melalui komando? Jadi, berarti mereka itu adalah para penyerang langsung
wibawa negara dan supremasi hukum yang berjiwa kesatriaan?
By Daniel A.T