Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar diskusi publik
Kamis (11/4/13) di PP Pusat Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, Jakarta
Pusat, dengan tema “Memberantas Terorisme Tanpa Teror Dan Melanggar
HAM.”
Tujuan diskusi itu kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din
Syamsudin, untuk mencari langkah yang solutif. Sehingga pemberantasan
teroris tak mendatangkan teror baru serta tak ada pelanggaran HAM.
Diskusi yang diliput puluhan wartawan baik TV, Radio, cetak dan
online, juga dihadiri tokoh tokoh Islam seperti Wakil Amir Pusat Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI) Ustadz Abu Jibriel, Sekjen Forum Umat Islam
(FUI) Ustadz Muhammad Al Khaththath, Wakil Sekjen Majelis Intelektual
dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Fahmi Salim, mantan pimpinan pusat
Fatayat dan Muslimah NU, Khofifah Indar Parawansa, Ratna sarumpaet, dan
sejumlah tokoh lainnya.
Sementara para narasumber yang hadir adalah Brigjen Boy Rafli Amar
(Kabiro Penmas Mabes Polri), Slamet Effendy Yusuf (MUI/PB NU), Siane
Indriyani (Komnas HAM), dan Adnan Arsal (Ketua Forum Komunikasi dan
Ukhuwah Islam dari Poso). Ansyad Mbai (BNPT) yang diundang sebagai
narasumber tak hadir.
Dalam pemberantasan terorisme yang dilakukan Densus 88 banyak
ditemukan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, Muhammadiyah sengaja
menggelar diskusi ini untuk mencari solusi penyelesaian kasus terorisme
di Indonesia. “Silakan gunakan kesempatan ini untuk mencari penyelesaian
teroris di Indonesia,” kata Din Syamsudin seperti diberitakan
daktacom.
Pada sesi tanya jawab, muncul tuntutan pembubaran Densus 88 yang
diawali dengan pengusutan setiap kasus penembakan terhadap terduga
teroris. “Siapa sesungguhnya yang bertanggungjawab atas tewasnya para
terduga teroris. Baik ditingkat eksekutor maupun ditingkat pengambil
kebijakan. Semua harus jelas dulu,” kata Al Khaththath.
“Kita ingin diberlakukan hukum Qishas kepada setiap personil Densus
yang melakukan penembakan terhadap terduga teroris. Setiap keluarga
korban tewas yang dilakukan Densus harus ditanyai apakah mereka dapat
memaafkan tindakan yang dilakukan Densus kepada kelaurganya. Jika
keluarga mau memaafkan tentu harus bayar diyat (denda-red). Jika
keluarga tak memaafkan maka yang berlaku hukum Qishas yaitu nyawa
diganti dengan nyawa,” papar Al Khaththath.
Selain mengusulkan Qishas bagi pelaku penembakan terhadap terduga
teroris, Al Khaththath juga menuntut dibubarkannya Densus 88. Sebab,
tindakan Densus selama ini lebih banyak merugikan umat Islam.
Berbeda dengan Wakil Ketua Komnas HAM Siane Indriyani. Ia justru
meminta kepada Kapolri untuk mengawasi tindakan Densus di tingkat
lapangan untuk menghindari pelanggaran hukum.