JAKARTA (voa-islam.com) -
Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits
Abu Ulya mengecam sikap Densus 88 yang mengumbar nafsu membunuhnya,
disaat umat Islam sedang khusyu’ menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Hal itu
disampaikan pemerhati kontra terorisme tersebut menyikapi aksi brutal
Densus 88 yang kembali menembak mati dua orang di Tulungagung, Jawa
Timur, Senin kemarin.
“Saya sebenarnya speechless
atas kejadian ini, di bulan Ramadhan dimana umat Islam lagi khusyu’
ibadah puasa ternyata sebaliknya Densus 88 "beribadah" mengumbar nafsu
membunuhnya kepada orang yang hanya diduga teroris,” ungkap Harits Abu
Ulya kepada voa-islam.com, Senin (22/7/2013).
...di bulan
Ramadhan dimana umat Islam lagi khusyu’ ibadah puasa ternyata
sebaliknya Densus 88 "beribadah" mengumbar nafsu membunuhnya...
Menurutnya,
aksi brutal tersebut adalah gambaran hukum rimba negeri ini, dimana
yang kuat akan menang dan yang lemah menjadi tumbal.
“Sejahat
dan seburuk apapun rupa iblis, saya belum pernah menyaksikan gerombolan
iblis membunuh manusia dengan cara brutal dan jalanan. Inilah negeri
dengan hukum rimba, yang kuat yang menang. Yang lemah akan jadi tumbal
keangkaramurkaan dan kedurjanaan. Apalagi jika kelompok para durjana itu
mendapatkan mandat atas nama Undang Undang "kebenaran" versi mereka,”
jelasnya.
Harits mengungkapkan selama ini menurut versi BNPT pendekatan persuasif seolah dianggap tidak efektif menangani terorisme.
“Maka
pertanyaannya kenapa aparat Densus 88 di lapangan tidak belajar teknik
melumpuhkan target agar bisa diseret ke pengadilan? Apa non persuasif
itu bagi BNPT dan Densus 88 artinya harus membunuh? Belajar Dari kasus
demi kasus, maka sebenarnya siapa yang memelihara dan menjadi sumber
kekerasan dan terorisme di Indonesia saat ini? Apa dengan membunuh
target terduga teroris kemudian akan selesai urusan? Tentu tidak, karena
akan menjadi titik tolak baru lahirnya ideologi kebencian dan dendam
kepada aparat keamanan khususnya Densus 88 dan orang-orang BNPT,”
bebernya.
Sejahat
dan seburuk apapun rupa iblis, saya belum pernah menyaksikan gerombolan
iblis membunuh manusia dengan cara brutal dan jalanan. Inilah negeri
dengan hukum rimba...
“Dari
banyak kesaksian, dua orang tewas dan dua orang hidup dibawa Densus
dengan kondisi bisa dipastikan babak belur itu tanpa perlawanan sama
sekali. Apakah ini cara profesional dan SOP yang harus dilestarikan?
Apakah orang-orang yang statusnya baru terduga harus seperti itu
hukumannya? Pembunuhan di luar pengadilan itu indikasi rendahnya
kualitas aparat kontra terorisme di lapangan dengan semua unitnya,”
sambungnya.
Ia
menilai bukan hal yang sulit untuk membuat legitimasi tindakan tersebut.
Sebab bagi pihak aparat dengan mudah bisa jumpa pers menjelaskan
kenapa harus ditembak mati, bahkan kemudian membeberkan barang bukti.
Ditambah asumsi di lapangan cerita aparat dalam kondisi darurat karena terduga membawa senpi dan bom siap ledak.
“Kebenaran statemen tersebut belum teruji, tapi lebih sebagai langkah menutup semua potensi yang bisa menyudutkan aparat. Human error
dalam kasus kontra terorisme sudah kerap terjadi, salah tangkap, salah
tembak, tapi semua dianggap legal hanya karena mereka dicap;
terduga/terkait/tersangka/buron terorisme,” ujarnya.
Dari
banyak kesaksian, dua orang tewas dan dua orang hidup dibawa Densus
dengan kondisi bisa dipastikan babak belur itu tanpa perlawanan sama
sekali. Apakah ini cara profesional dan SOP yang harus dilestarikan?
Seperti
diberitakan sebelumnya, Densus 88 menembak mati dua orang yang sedang
berada di sebuah warung kopi, Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Jawa
Timur, Senin kemarin. Kedua orang tersebut menurut aparat diketahui
bernama Dayat dan Rizal asal Medan.
Dua
orang lainnya dalam kondisi terluka kini tengah dikeler aparat adalah
Mugi Hartanto (38) yang beralamatkan di Dusun Gambiran Desa Gambiran RT
01 RW 01 Kecamatan Pagerwojo Tulungagung. Serta Sapari (49) warga Dusun
Krajan RW 04 RT 01 Desa Penjor Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung.
Menurut
penuturan para saksi mata, tidak ada sama sekali perlawanan dari para
terduga. Kejadian berlangsung cepat dan kedua orang tersebut meninggal
ditempat kejadian. [Ahmed Widad]