KAIRO -- Pemerintahan baru Mesir resmi dibentuk, Selasa (16/7). Para
pejabat yang menduduki kabinet tidak ada satu pun yang Islamis.
Perubahan
tersebut menyusul meruncingnya polarisasi dan kekerasan yang terjadi.
Pertumpahan darah sejauh ini terus terjadi di Mesir sebagai bagian dari
kudeta yang menggulingkan Presiden Mohammed Mursi.
Panglima
tentara Jenderal Abdel-Fattah el-Sissi yang menumbangkan Mursi pada 3
Juli menduduki jabatan sebagai wakil pertama perdana menteri. Ia
merangkap jabatan sebagai menteri pertahanan.
Dua tahun sejak
kudeta Hosni Mubarak, Mesir terpisah menjadi dua kubu. Kubu pertama
dipimpin Mursi dengan organisasinya Ikhwanul Muslimin. Kubu lainnya
sekuler, liberal, Kristen, dan Partai An Nour.
Juru bicara presiden sementara, sebelumnya mengatakan jabatan di
pemerintahan telah ditawarkan pada Ikhwanul Muslimin, tapi ditolak.
Mereka mengatakan tidak akan ambil bagian dalam proses politik yang
dibekingi militer. Ikhwanul Muslimin juga bersikukuh akan terus
melanjutkan demonstrasi sampai Mursi kembali ke jabatannya.
"Kami
bahkan menolak membicarakannya. Hal yang dibangun di atas pelanggaran
hukum adalah ilegal," ujar seorang tokoh senior Partai Kebebasan dan
Keadilan milik Ikhwanul Muslimin.
Satu-satunya partai yang
mendukung kudeta Mursi, yakni Partai Salafi el-Nour tidak ada dalam
kabinet sementara. Partai ultrakonservatif ini mengkritik kepemimpinan
dengan mengatakan mereka mengulangi kesalahan yang sama dengan yang
dilakukan pemerintah sebelumnya.