Para terpidana kasus Cebongan khususnya pelaku utama, Serda Ucok Tigor Simbolon didorong agar bersedia jadi whistle blower.
Kendati
perkara yang menjadi sorotan internasional itu sudah sampai pada tahap
vonis, tapi putusan tersebut belum klimaks. Sebab ditengarai ada
persoalan lain dibelakang kasus itu, yang memiliki pengaruh dan dampak
jauh lebih besar.
"Kami siap memfasilitasi kalau Ucok dan kawan-kawan mau jadi
justice collaborator atau
whistle blower," ungkap anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Irjen (Purn) Teguh Soedarsono, Jumat (6/9).
Dia
menjelaskan, fasilitasi perlindungan itu merupakan wewenang LPSK karena
telah diatur dalam Pasal 28 UU nomer 13 tahun 2006. Disebutkan, ada
empat syarat yang harus dipenuhi antara lain punya informasi lengkap,
dalam keadaan terancam, rekam jejak bukan sebagai pemain, dan
pertimbangan kondisi medis serta psikologi.
Teguh memandang, peran Ucok dkk hanya sebagai operator sekaligus
trigger (pemicu) yang meledakkan kasus ini. Namun seolah persoalan itu selesai hanya dengan dijatuhkannya vonis kepada para terpidana.
"Saya
tidak melihat klimaks dalam proses hukum Cebongan ini, baik prolog
maupun latar belakangnya. Karena itu perlu didorong agar mereka mau
membeberkan fakta yang sesungguhnya," tandas Teguh.
Komisioner
Komnas HAM Manager Nasution mengatakan, dalam kasus Cebongan ini tim
investigasinya mendapati temuan pelaku tidak hanya 12 melainkan 14
orang. Temuan ini menjadi salah satu dari tiga poin yang menjadi catatan
Komnas HAM.
Dua poin lainnya adalah fakta bahwa kejadian
dilakukan di institusi negara, dan putusan hakim yang menyebut
pembunuhan empat tahanan sudah direncanakan sebelumnya.
"Tapi
secara keseluruhan kami memberi apresiasi kepada masyarakat Jogja yang
bisa menyampaikan aspirasi dengan baik. Meski terjadi unjuk rasa tapi
zero victim (nihil korban), dan ini patut diberi penghargaan," katanya.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/09/06/171017/-Terpidana-Cebongan-Didorong-Jadi-Whistle-Blower