Saya coba memilih
salah satu dari bagian beberapa Part wawancara Najwa dan Ibu RIsma pada
bagian akhir tentang alasan mengapa Ibu Risma tetap bertahan menjadi
Walikota Surabaya meskipun mendapat banyak tekanan? Silahkan simpulkan
sendiri dari teks dibawah ini. Ini murni saya persembahkan untuk warga
Surabaya, karena saya peduli dengan Ibu Risma dan tidak memiliki apa-apa
untuk membantu kecuali lewat tulisan.
Najwa = Bu Risma, salah satu kebijakan anda yang
kini menjadi begitu kontroversi karena banyak yang protes, dan yang
protes bukan hanya mereka yang kena dampaknya langsung, tetapi orang
yang melihat bahwa menutup lokalisasi itu bukan hanya menyelesaikan
masalah, namun malah menambah masalah baru ibu?
Bu Risma = Ya awalnya saya juga berfikir gitu, jadi itu adalah awal perjalanan panjang saya, kemudian saya menetapkan hal itu.
Pada
awal-awal saya menjabat walikota, saya didatangi 20 orang Kiyai. Nah
kemudian saya sampaikan saat itu “Pak Kiyai, saya belum bisa memberikan
makan semua orang itu.”. Kemudian mereka bilang “Bagaimana bu wali?”.
Kemudian saya bilang; “Mereka kan harus memberikan makan kepada
keluarganya.”.
Disitu kemudian media sempet menulis, saya masih
punya dokumennya, “Gubernur Setuju Menutup Tempat Lokalisasi, Walikota
Menolak”. Saya masih punya itu dokumen itu.
Kemudian dari sana
itu, sekali lagi, saya mungkin mengikuti hati saya. Itu saya ditunjukan
oleh Tuhan. Pertama awalnya kasus trafficking anak. Pertama satu kasus,
saya telusuri, tidak mungkin sesuatu terjadi pada anak itu kalau dia
tidak punya background, apa latar belakang dia? Latar belakangnya bisa
dari sekolah, bisa dari pergaulan atau dari keluarga. Itu saya telusuri
betul!
Nah kemudian saya cek keluarganya, kenapa awalnya, saya
ketemu dia dulu “Kenapa begini-begini…?”. Kemudian saya telusuri
keluarganya, kemudian saya telusuri sekolahnya, kemudian saya telusuri
lingkungannya. Nah kemudian saya menemukan kasus-kasus berikutnya.
Kemudian ternyata 90% anak-anak itu punya hubungan dengan
kawasan-kawasan seperti ini. Entah dia anak dari situ, orang tua disitu,
entah dia pernah tinggal disitu, kemudian entah mereka masih tinggal
disitu.
Nah, dari situ kemudian saya turun ke sekolah, saya ngajar mbak di
sekolahan-sekolahan itu. Jadi saya punya catatan-catatan, Ooo…. anak ini
punya disitu, sekolahnya disitu, saya turun ke sekolahan itu. Supaya
itu tidak terpengaruh ke anak-anak yang lain.
Najwa = Apa yang anda temukan di sekolahan itu?
Bu Risma = Nah, dari situ saya bisa melihat awalnya,
oke yang paling berat itu yang paling dekat dengan kawasan lokalisasi
paling terkenal di Surabaya.
Najwa = Dolly?
Bu Risma = Iya…. 1 jam, biasanya anak-anak itu
setelah saya ajak ngomong, anak itu nangis mbak…, ngeluh…, sampai mereka
mau curhat ke saya itu antri, kadang sampe 10 orang. Mereka curhat
kepada saya, cerita tentang keluarganya, masalahnya, tentang apapun
pergaulannya, mereka cerita ke saya.
Saya bawa Psikologi kalau ke sekolah itu minimal 5 orang. Nah
kemudian anak-anak saya tampung, saya peluk, setelah itu saya kumpulkan,
saya selalu minta ruangan, lalu mereka ditangani Psikolog.
Nah, ada 1 tempat yang di kawasan itu tadi. Saya satu jam itu orang
kaya…. kaya kosong sama sekali anak-anak itu. Satu jam mereka tidak
tersentuh omongan saya…. Dua jam saya hampir frustasi… “Ya Tuhan apa ini
yang terjadi?”. Begitu saya ngomong pingsan itu satu anak “Plek”,
pingsan lagi “Plek, Plek, plek-plek” pingsan, sampe 20 anak pingsan!
Sampai saya panggil dokter lah, karena pingsan saya juga takut kan….
Najwa = *Najwa melihat miris*
Bu Risma = Saya bawa ke ruangan…. Aduh ceritanya….. Rasanya saya waktu itu sudah mau nyerah. Cerita itu, sudah selesai
Najwa = Apa ibu ceritanya sampe Ibu Risma yang sebegini keras bisa sampe menyerah itu mendengarkan apa? *tanya Najwa merinding*
Bu Risma = *tersenyum miris* *hening*
saya tidak tega ngomongnya
*ibu resmi tersedu sambil mengusap mata*
tidak tega saya *sambil terisak*
Najwa = Kaitannya dengan prostitusi yang mereka dipaksa? Atau kaitannya dengan keluarga?
Bu Risma = Ya dua-duanya *sambil terisak, kemudian hening*
Najwa = Ibu tidak pernah mendengar *langsung dipotong ibu Risma*
Bu Risma = Mereka masih SMP-SMA *sambil terisak dan menutup mata*
*Hening beberapa detik, Ibu Risma melihat keatas dengan mata terkaca-kaca*
Najwa = Itu yang kemudian membuat ibu mengubah sikap dari semula *dipotong Ibu Risma*
Bu Risma = Ndak, ndak juga. Setelah itu saya
kumpulkan….. mucikari-mucikari dan PSK dirumah saya di Bulan Puasa. Saya
biasanya bulan puasa saya buka puasa di tempat warga gitu….
Tapi kali itu saya undang mereka….
Dan pada waktu pertama kali saya ketemu mereka….
Ada 1 orang sudah tua, saya juga kaget, sudah tua kok masih jadi PSK
gitu, dia ngomong “Sebenarnya saya ingin berubah, tapi janji pemerintah
bohong, katanya saya mau diberi ini-ini, tapi ternyata bohong semua.”;
”Baik bu, saya besok akan datang ke tempat ibu.”
Besoknya saya kesana, pagi-pagi sekali jam 7 sya datang kesana. Dia
tinggal di tepi rel, rumahnya kurang lebih 2×2, dari bangunan sesek
begitu…..
Terus saya tanya “ibu kenapa?”. “Ini saya punya usaha utang dari
rentenir.”; “Berapa utangnya ibu? Saya akan bayar.”. Terus habis itu dia
cerita lagi “Bu saya ingin ini”. “Oke saya akan bantu” *sambil mengusap
air mata*
Terus sudah selesai saya ajak dia masuk ke dalam, “Saya ingin ngobrol dengan ibu sendiri”
saya masuk ke dalam kamarnya, ruangannya itu separo untuk jualan, jadi 2×2 itu separonya untuk dia tidur.
Saya tanya ke dia “Ibu maaf ya bu kalau ibu tersinggung, saya juga
ingin tahu, saya mohon maaf sekali kalau ibu tersinggung, dan mohon maaf
sekali kalau saya salah.”…..
Nah terus saya tanya disitu “Bu…. ibu sekian tahun, ibu umur berapa jadi PSK?”
Dia sampaikan 19 tahun……..
“Ibu sekian tahun jadi PSK, kenapa ibu nggak bisa nabung? Kenapa saat
ibu sudah selesai”, itu ibu itu kurang lebih usianya 60 tahun
Najwa = 60 tahun masih jadi PSK itu? Usia 60 tahun *kaget*
Bu Risma = Iya *menjawab miris*
Kemudian dia sampaikan bahwa dia selama ini uang yang dia pakai habis
untuk beli baju, habis untuk beli make up… kemudian yaa… seperti itu…..
Hingga sehingga dia tua dia tidak punya anak.
Kemudian saya tanya lagi itu “Bu, mohon maaf ya, sekali lagi saya
mohon maaf kalau saya salah…. ibu sudah sepuh begini…. terus siapa
pelanggannya?” *kemudian hening*
Itu kemudian yang membuat saya tergerak, mungkin itu Tuhan yang membukakan saya begitu….
Najwa = Siapa bu pelanggan PSK berusia 60 tahun?
Bu Risma = Anak SD, SMP
Najwa = Anak SD? *najwa kaget*
Bu Risma = Karena dia punya uangnya seribu, duaribu dia terima uangnya
Najwa = Pelanggan PSK anak SD ibu? Itu yang ibu dapatkan? *Tanya Najwa heran, shock*
Bu Risma = *hening lama banget* *ibu Risma speechless*
Najwa = Apa yang kemudian……. *speechless juga* ibu lakukan setelah ibu mendengar pengakuan itu?
Bu Risma = Ya saya kumpulkan kepala dinas, saya pamit ke keluarga saya….
Kalau saya mati…… menangani ini, tolong di ikhlaskan…….. tidak boleh ada keluarga saya nuntut atas kematian saya
*langsung commercial break tanpa ending dari najwa, sepertinya langsung di cut sama directornya*
Najwa = Malam ini Mata Najwa blak-blakan dengan Tri Risma Harini,
saya
masih rasanya gelo ibu kalau saya tidak bisa menyuarakan apa kira-kira
ungkapan warga Surabaya ketika mendengar wawancara ini.
Mereka
akan sedih mendengar Walikota yang amat dicintai, ternyata sekarang
dalam keadaan tertekan, dan bahkan sempat berfikir mundur.
Tanggung
jawab saya bu, saya di depan ibu sekarang ini, tanggung jawab saya
untuk bilang warga Surabaya pasti banyak yang patah hati mendengar
Walikotanya seperti ini….
*hening, ibu risma senyum sebentar, abis itu berkaca-kaca dan nangis lagi….*
Orang-orang kecil yang tergantung ibu *langsung dipotong Ibu Risma*
Ibu Risma = Itu yang saya pikirkan nak *sedikit tersedu*
Terus terang itu yang bebani saya
Itu yang saya pikirkan
Najwa = Yang jadi perhatian utama ibu
Ibu Risma = Iya saya cari itu satu-satu, tiap hari kita kasih makan 3x sehari, orang yang miskin kita beri makan 3 x sehari,
Anak yatim kit biayai, orang cacat, terus saya rawat anak-anak yang kurang beruntung
Anak miskin bisa sekolah tanpa melalui tes, kita kasih buku, sepatu, tas….
Anak miskin yang pandai kita kasih beasiswa…
Bahkan ada yang kita kirim ke Malaysia untuk ambil S1 sampai S3
Mmmm… Saya cari itu, saya cari warga satu-satu gitu
Saya minta lurah, warga juga saya nitip…. satu-satu, memang itu yang saya pikir teruskan
Itu saya tidak tahu apa namanya…. *tertawa kecil* itu saja yang terus terang saya pikirkan itu….
Najwa = Itu yang akan terus jadi pertimbangan ibu?
Ibu Risma = Iya itu, pertimbangan saya Cuma itu aja…
Cuman itu aja….
Kalau yang lain saya yakin saya bisa kasihlah, itu saja yang saya fikir
Najwa = Dan seharusnya itu cukup membuat seorang Tri
Risma Harini tidak usah jauh-jauh berpikir akan mundur *langsung
dipotong Ibu Risma*
Ibu Risma = Saya, saya tidak tahu, tadi saya katakan bahwa…. sebetulnya saya ngiikuti itu saja, kata hati saya.
Tadi saya katakan kan, saya seperti diarahkan gitu. Jalan saya
kesana, jalan saya kesini… begitu kaya diarahkan saja kaya mengalir
begitu.
Kadang saya juga tidak tahu bagaimana cara nyeleseinnya gitu…. tiba-tiba ada jalan gitu…. Seperti itu
Saat saya bertanya-tanya gitu tiba-tiba ada jalan keluar gitu…. Itu yang selalu menjadi pertanyaan saya gitu…
Bagaimana saya bisa mempercepat warga Surabaya lebih sejahtera, itu
terus. Itu yang selalu saya fikirkan. Makanya saya ngomong, jangan
sampai banjir, kalau banjir itu orang jadi miskin. Saya katakan begitu
karena harus beli perabot baru, semua baru gitu.
Nah makanya itu kalau sudah hujan deras, itu siapapun tamu saya, saya
tinggal, saya keluar, saya sudah ilmu jurus apa saja, jurus do’a, jurus
apa saja, seluruh staff saya suruh “Semua do’a ya..” semua seperti
itu….
Najwa = Paling deg-degan kalau hujan karena banjir?
Ibu Risma = iya
Najwa = Jadi jurus do’a *langsung dipotong Ibu Risma*
Ibu Risma = Jurus apapun itu, ada jurus do’a, jurus
marah-marah, jurus ngangkuti sampah, saya ambil, saya ngambili sendiri
supaya air bisa lewat gitu saya ambili. Saya cari semua gorong-gorong,
yang macet kenapa itu berhenti disini, kenapa itu berhenti disitu, saya
cari sendiri….
Kemarin itu saya sebetulnya sudah sakit, sudah mau agak enakan saya
keluar sama Suami “Hayuk keluar, kita cari makan” sama Suami saya, sama
anak saya, eh ditengah hujan. Terpaksa saya keluar, saya cari ajudan
saya, saya naik mobil. Saya nggak bawa sepatu boot, nggak bawa sepatu
anu, akhirnya saya nggak pake sepatu. Saya cari, saya ikuti air ini
kemana saya ikuti ini, ternyata buntu, tertutup pagernya orang. Udah
bongkarlah saya sampe jam 10 malem itu.
Najwa = Bongkar pager orang?
Ibu Risma = Iya…. Hahahaha….
Jadi seperti itu karena saya tahu ini bikin sakit, bikin itu, gitu…
Jadi itu saja yang saya pikir mbak, nggak ada yang saya pikir apa-apa… nggak
Najwa = Tidak ada yang dipikirkan tapi ada yang
memikirkan jauh untuk seorang Tri Risma Harini, kalau bicara soal
pemimpin negeri, nama anda sudah sering disebut bahkan 2x berturut-turut
masuk survey bursa capres calon Presiden yang bisa memimpin negeri itu
ada pada diri Tri Risma Harini.
Ibu Risma = Ah saya nggak tertarik lah *ketawa kecil*
Najwa = nggak tertarik ibu?
Ibu Risma = nggak
Najwa = banyak yang kepengen loh bu
Ibu Risma = ya biar aja, saya nggak tertarik *sambil tertawa*
Najwa = Kenapa nggak tertarik bu?
Ibu Risma = Haduh…. Surabaya aja cobaannya kaya gitu….
Mbak, jadi presiden itu kan Cuma 1, jadi gubernur Cuma 1, walikota Cuma 1…
Sekian juta orang itu gantungkan nasib hidupnya
kepada kita…. itu kan berat sekali…. bagaimana nanti mempertanggungkan,
memangnya saya nggak boleh masuk surga? *Najwa ketawa*
Hanya karena ada orang ngomong “itu jamannya walikota Risma
hidup saya sengsara” kaya gitu, terus saya nggak masuk surga toh… nggak
maulah saya *Najwa ketawa lagi*
Najwa = Tapi bahwa kemudian nama ibu diperhitungkan untuk masuk ke dalam bursa itu rasanya tersanjung? *Bu risma langsung motong*
Ibu Risma = Nggak
Najwa = Risih? Sungkan? Apa Rasanya apa bu?
Ibu Risma = Nggak, saya nggak pernah baca itu *Ibu Risma dan Najwa tertawa*
Najwa = Makanya saya bacakan itu ke ibu sekarang *sambil tertawa*
Rasanya risih? Risih tidak bu? Apa malah senang?
Ibu Risma = Nggak, saya kan nggak boleh (menilai),
itu kan hak dia juga kan, kalau saya nggak ada coba di cek. Kalau dulu
jaman Umar Bin Khattab itu dibelah dadanya saya siap juga… *Ibu Risma
dan Najwa tertawa*
Apa yang ada di hati saya nggak ada itu, kepingin itu nggak ada sama sekali
Najwa = Disebutnya yang bisa menyaingi Jokowi *Najwa senyum-senyum*
Ibu Risma = Halah biarin aja *nyengir*
Najwa = Kalau ibu sendiri menilai sosok Jokowi seperti apa?
Ibu Risma = Mmm saya nggak kenal dekat sekali sama
beliau, karena habis waktu saya untuk itu kan, jadi saya tidak sempat
menilai orang lain
Najwa = Tidak pernah menilai orang lain?
Ibu Risma = Tidak pernah menilai orang lain *senyum*
Najwa = Yang menilai ibu tadi ada, nih ya kita lihat
grafisnya, ini ada satu, ibu bilang kan tidak pernah mau baca, Cuma
malam ini saya mau tunjukan ke ibu, ini ada survey yang pernah dilakukan
oleh lembaga Politik Psikologi UI. Surveynya itu “Mencari Pesaing
Jokowi” dan nama Tri Risma Harini muncul di nomor 1.
Ada nama Basuki Cahya Purnama, ada nama Anies Baswedan, Chaerul Tanjung tapi nomor 1 nya Risma *bu Risma motong*
Ibu Risma = Eh ini namanya, ini punya tanggung jawab kok jadi saing-saingan, ini berat loh ini, kok jadi saing-saingan? *Najwa ketawa*
Najwa = Yang dianggap bisa menyaingi, kalau masuk dalam bursa
Tidak ada niatan sama sekali ibu?
Ibu Risma = Ndak, saya tau siapa saya
Najwa = Siapa ibu Risma
Ibu Risma = Saya tidak punya apa-apa satu, kedua *dipotong Najwa*
Najwa = Walikota terbaik dunia? Ibu terlalu merendah
Ibu Risma = Ndak, saya nggak punya apa-apa, saya tahu siapa saya gitu….
Jadi Indonesia ini negara yang sangat besar, luar biasa, luar biasa
besarnya bahkan kalau boleh semuanya ada di Indonesia. Tapi saya ndak
punya apa-apa. Kepandaian nggak, Kekayaan nggak, nggak punya apa-apa
saya. Jadi saya tahu siapa saya….
Najwa = Walikota yang sanggup mengubah Surabaya hanya dalam waktu hanya 3 tahun, itu Ibu Risma
Ibu Risma = Ah nggak lah, belum, itu kan yang
nampak. Makanya saya selalu sampaikan, yang dilihat orang itu kan yang
kasat mata….. Tapi tahukah ada orang yang masih menderita yang saya
tidak tahu?
Saya pernah menemukan orang, itu usia 90 tahun. Sudah terkapar di
tempat tidur. Dirawat oleh anaknya yang gila 63 tahun. Dia punya anak
lagi yang usianya 47 tahun gila juga. Nggak gila sih, pengangguran. kan
saya katakan, itu kan, untung saya tahu, nggak mungkin, ternyata di
Surabaya masih ada yang kaya gitu.
Najwa = Dan itu semua tanggung jawab ibu?
Ibu Risma = Iya itu tanggung jawab saya
Itu tanggung jawab saya dan itu harus saya pertanggung jawabkan di depan Tuhan.
Najwa = Dan berarti harus selesai dalam waktu 5 tahun ibu? *hening, abis itu ketawa*
Ibu Risma = Ya itu kalau saya kuat *hening, abis itu nyengir*
Najwa = InsyaAllah kuat terus ibu. InsyaAllah kuat
Terima kasih banyak, sudah hadir di Mata Najwa malam ini
Ibu Risma = sama-sama mba, mohon maaf kalau *dipotong Najwa*
Najwa = Ada apa ibu? Tidak ada yang perlu ibu maafkan, ada yang ingin ibu sampaikan ke warga Surabaya?
Ibu Risma = Saya mohon maaf kalau masih ada yang kurang *Langsung nangis*
*hening*
Najwa = Ke warga Surabaya?
Ibu mau janji tidak kalau ibu tidak akan mundur di Mata Najwa ini?
Ibu Risma = Tidak mau
Najwa = tidak mau janji?
*hening*
Karena takut tidak dapat ditepati *bu Risma ngangguk*
Ada yang bisa kami lakukan untuk ibu merubah pikiran atau memantapkan hati?
Ibu Risma = Nunggu petunjuk Tuhan…
Najwa = Untuk anak-anak dirumah atau untuk keluarga yang harus jauh dari ibunya karena harus mengurus Surabaya?
Ibu Risma = Tidak ada, rasanya anak-anak saya sudah paham lah gimana saya.
Najwa = Anak-anak yang lain, yang bukan anak kandung, warga Surabaya
Ibu Risma = Ah iya anak-anak yang lain, khususnya anak-anak Surabaya *senyum lagi*
Bahwa keberhasilan dan kesuksesan itu adalah hak
semua orang, kalian tidak harus berpikir dari mana asal kalian, siapa
orang tua kalian, orang tua kalian tukang becak, orang tua kalian buruh
cuci, kalian berhak untuk berhasil karena Tuhan itu maha Adil.
Terima kasih anak-anakku selama ini sudah menjadi anak-anak
yang baik di Surabaya, semakin lama semakin baik kalian, semakin banyak
prestasi yang kalian raih
Mungkin ini adalah tamparan keras buat kita semua, yang selama ini
hanya diam, hanya membaca, hanya berkomentar, hanya berdebat tanpa
melihat kondisi lapangan dan terjun ke dalamnya. Mari kita bertanya
kepada akal sehat kita yang masih berfungsi melihat kenyataan yang
terjadi. Apa iya masih mau mendukung tempat lokalisasi?
Terima kasih ibu Risma yang telah membuka mata kami dan memberikan contoh arti kepemimpinan yang sebenarnya.
*selesai*
http://ilmuperpus.com/2014/02/15/apa-alasan-ibu-risma-tetap-bertahan-meskipun-banyak-tekanan/