ORANG hidup, tentu saja suatu waktu akan bermuamalah dengan orang
lain. Salah satunya adalah pinjam-meminjam. Soal ini, Islam agama kita
yang mulia sudah mengaturnya.
`Ariyah adalah memberikan manfaat dari suatu barang kepada orang
lain, tanpa mengurangi nilai barang tersebut. Dengan kata lain, barang
tersebut boleh dipinjam untuk dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, dan
setelah itu harus dikembalikan dalam keadaan semula, dengan catatan
tidak boleh terjadi kerusakan sedikit pun. Jadi, setiap barang yang
dapat diambil manfaatnya tanpa mengakibatkannya rusak atau berkurang
nilainya, boleh dipinjamkan.
Kewajiban mengembalikan barang pinjaman dalam keadaan seperti semula
ini ditegaskan dalam hadis. Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda
“Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus
membayar.” (HR. Abu Dawud dan Tirmizi)
Hukum meminjamkan suatu barang, ada empat.
1. sunnah dengan tujuan saling tolong-menolong antar sesama.
2. wajib, misalnya meminjamkan mukena untuk sholat bagi orang yang membutuhkannya.
3. haram, apabila meminjamkan suatu barang untuk keperluan maksiat atau kejahatan.
Rukun pinjam-meminjam.
1. syarat bagi yang meminjamkan, adalah memiliki hak sepenuhnya atas
barang tersebut. Oleh karena itu si peminjam dilarang meminjamkan barang
pinjaman kepada orang lain, karena barang tersebut bukan miliknya.
Dalam hal ini anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkan.
2. yang meminjam haruslah orang yang berhak menerima kebaikan dan
bertanggung-jawab. Dengan demikian anak kecil dan orang gila tidak
berhak mendapatkan pinjaman.
3. barang yang dipinjam haruslah:
a. memberi manfaat.
b. tidak rusak akibat dimanfaatkan sesuai fungsinya.
4. ijab qobul, kesepakatan antara peminjam dan pemilik barang yang meminjamkan.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan
sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, Sebab
pinjam-meminjam itu sendiri berarti saling percaya-memercayai. Akan
tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang
tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya.
Shofwan bin Umaiyah menginformasikan, sesungguhnya Nabi SAW telah
meminjam beberapa baju perang dari Shofwan pada waktu Perang Hunain.
Shofwan bertanya: “Paksaankah, ya Muhammad?” Rasulullah SAW menjawab:
“Bukan, tetapi pinjaman yang dijamin”. Kemudian (baju perang itu) hilang
sebagian, maka Rosulullah SAW mengemukakan kepada Shofwan akan
menggantinya. Shofwan berkata: “Aku sekarang telah mendapat kepuasan
dalam Islam.” (HR. Ahmad dan Nasai).