Ankara, - Negara-negara Barat mengkritik pemerintah
Turki atas kekerasan yang dilakukan aparat polisi dalam menghadapi aksi
demonstrasi yang sedang marak di negeri itu. Kritikan ini pun membuat
geram Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan.
"Mereka
yang mencoba mengajari kami, di mana mereka ketika peristiwa Wall Street
di Amerika terjadi? Gas air mata digunakan, 17 orang tewas, ini
benar-benar terjadi," cetus Erdogan.
"Aksi demo ini terjadi di Inggris, di Prancis, di Jerman dan dalam skala
yang lebih besar di Yunani. Protes-protes tersebut terjadi di
negara-negara itu dan mereka semua anggota Uni Eropa," kata Erdogan
seperti dilansir
Press TV, Sabtu (8/6/2013).
Erdogan pun
menuding negara-negara Barat menggunakan standar ganda menyangkut aksi
demo antipemerintah di Turki. Menurutnya, di negara Eropa manapun, tiap
kali ada aksi demo yang berlangsung ricuh, mereka yang terlibat pasti
akan mendapat respons yang lebih keras.
Pernyataan ini
disampaikan Erdogan setelah pejabat tinggi Uni Eropa, Stefan Fule
menyerukan adanya penyelidikan cepat dan transparan atas kekerasan
polisi terhadap para demonstran antipemerintah Turki.
"Demonstrasi
damai merupakan cara legal bagi kelompok-kelompok ini untuk
mengungkapkan pandangan mereka," kata Fule. "Penggunaan kekerasan yang
berlebihan oleh polisi terhadap demonstrasi ini tak punya tempat dalam
demokrasi," tandasnya.
Aksi-aksi demo besar-besaran telah
berlangsung di Istanbul, Ankara, Izmir, Mugla, Antaly dan banyak kota
lainnya di Turki sejak 31 Mei lalu. Sejumlah tuntutan disampaikan
demonstran. Salah satunya mengenai protes warga atas rencana pemerintah
untuk mengeluarkan aturan pembatasan penjualan alkohol. Para demonstran
juga menyerukan pengunduran diri Erdogan, yang dituding berupaya
menjadikan Turki sebagai negara Islam.
Menurut serikat dokter
nasional Turki, lebih dari 4 ribu orang telah terluka dalam berbagai
insiden bentrok antara polisi dan demonstran di sejumlah kota. Bahkan
empat orang, termasuk seorang polisi, telah tewas.