TULUNGAGUNG --
Pengurus Pusat Muhammadiyah secara khusus memberikan bantuan hukum bagi
dua warganya, Sapari dan Mugi Hartanto, yang menjadi korban salah
tangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror saat dilakukannya
penggerebekan disertai penembakan dua terduga teroris jaringan Poso di
Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Senin (22/7).
Ketua Majelis
Hukum dan HAM Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Slamet
Hariyanto, Jumat mengatakan, instruksi dilakukannya pendampingan hukum
disampaikan langsung oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, karena
dua orang yang ditangkap Densus 88 dan disebut-sebut terlibat dalam
persembunyian terduga teroris Poso adalah warga salah satu ormas Islam
terbesar di Indonesia tersebut.
"Instruksi disampaikan Pak Din
Syamsudin melalui sms (pesan singkat) saat beliau masih di Tokyo, Senin
(22/7) malam," terang Slamet.
Dikatakan, ada dua yang menjadi
alasan PP Muhammadiyah secara khusus memberikan pendampingan hukum.
Pertama karena kedua orang tersebut tercatat sebagai warga sekaligus
pengurus cabang Muhammadiyah di Kecamatan Pagerwojo, dan kedua karena
munculnya keyakinan Sapari dan Mugi menjadi korban salah tangkap.
"Dari dua orang ini, yang menjadi
korban paling parah adalah pak Mugi Hartanto. Beliau bahkan tidak
memiliki sangkut-paut apapun dengan kedua tamu ini, dia hanya kebetulan
beberapa saat sebelum kejadian (penggerebekan dimintai tolong untuk
mengantar Riza dan Dayah, tamu pak Sapari yang berniat pulang dan minta
diantar ke terminal," terang Ketua Majelis Informasi Pengurus Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Tulungagung, Timoer Prawiranegera menimpali.
Demikian juga dengan Sapari.
Meski menjadi tuan rumah dan berinteraksi aktif dengan Riza, salah satu
terduga teroris, perangkat dibagian Kaur Kesra Desa Penjor, Kecamatan
Pagerwojo ini tidak mengenali latar belakang mubalig tamunya tersebut
selama tiga bulan tinggal dan beraktivitas di Masjid Al Jihad maupun
Madrasah Aisyiah.
"Selama di desa itu pak Sapari
juga tidak pernah menyembunyikan Riza. Mubalig tamu ini beraktivitas
secara terbuka dan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar, bahkan
kamar tempatnya mondok (menginap) juga tidak pernah dikunci," imbuhnya.
Sayang, sejak kedua pengurus
cabang Muhammadiyah Kecamatan Pagerwojo itu ditangkap dan dikait-kaitkan
dengan terorisme, tim pengacara dari Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah
Provinsi Jatim sampai saat ini belum bisa bertemu dan bertatap muka
langsung.
Pihak kepolisian di tingkat Polda
Jatim dan Polres Tulungagung bahkan terkesan saling lempar informasi
setiap kali ditanya perwakilan advokat yang ditunjuk PW Muhammadiyah
Jatim.
"Iya, tapi tadi siang saya sudah
bertemu dengan salah satu anggota Densus di Mapolda Jatim dan
disampaikan bahwa Pak Sapari dan Mugi sudah dibantarkan di mapolda, cuma
belum bisa ditemui sekarang karena masih dalam pemeriksaan," terang
Slamet Hariyanto.
Dikatakan, Densus memang memiliki
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
terlibat kegiatan terorisme selama tujuh hari sejak penangkapan.
"Jadi kami memiliki waktu sampai
hari Senin (29/7) untuk mengetahui hasil pemeriksaan mereka, apakah
saudara-saudara kita (Sapari dan Mugi Hartanto) terlibat (terorisme)
atau tidak. Kalau tidak, otomatis akan langsung dilepas oleh Densus,"
tambahnya.
Slamet menegaskan, pihaknya
bertekad untuk terus melakukan pendampingan hukum kepada kedua warga
Muhammadiyah tersebut, termasuk apabila polisi bersikeras menetapkan
keduanya sebagai tersangka dalam kasus terorisme.
"Kami akan dampingi sampai di Pengadilan untuk memastikan hak-hak hukum serta HAM kedua warga kami terlindungi," tegasnya.
Diberitakan, Sapari dan Mugi
Hartanto ditangkap Densus 88 Antiteror saat dilakukannya operasi
penggerebekan disertai penembakan di depan warung kopi Jalan Pahlawan,
Kota Tulungagung, Senin (22/7).
Dalam operasi tersebut, dua
pemuda terduga teroris, Riza dan Dayah alias Kim tewas ditembak anggota
Densus dari jarak dekat, sementara Sapari dan Mugi ditangkap dalam
kondisi hidup karena dituduh menjadi pemandu dan membantu persebunyian
teroris.
Meski telah ditangkap sejak Senin, surat penangkapan dan penetapan tersangka keduanya baru disampaikan polisi Rabu (25/7) malam.