Penguasa kudeta Mesir mulai kelimpungan menghadapi ekonomi negaranya
yang terus memburuk setelah dua bulan penggulingan Presiden sah Muhammad
Mursi. Pihak Bank Central Mesir menyalahkan negara-negara Teluk yang
tidak menepati janjinya untuk memberikan bantuan kepada pemerintah Adly
Mansour.
Turki disebut-sebut sebagai pihak paling berpengaruh dalam memboikot
pemerintahan kudeta. Menteri Perdagangan dari Kabinet Kudeta, Munir
Fakhri, menyalahkan media massa yang dinilai telah menggiring Turki
memandang kudeta secara negatif kemudian memboikot pemerintahan
sementara.
Bukan hanya menghentikan perdagangannya di Mesir, Turki juga dianggap
"momok" karena menggunakan pengaruhnya kepada sejumlah negara sehingga
bersatu memboikot rezim kudeta Mesir.
Pakar-pakar ekonomi mengungkapkan defisit dalam anggaran Mesir sekitar EGP 240 milyar pada akhir tahun ini, lansir
Middle East Monitor. Kehancuran ekonomi itu juga diakui oleh penguasa kudeta.
"Mesir sedang mengalami krisis ekonomi," kata Penasihat Presiden rezim kudeta, Ahmed al-Maslamani, seperti dikutip
Middle East Monitor.
Sektor pariwisata yang menjadi penyumbang terbesar pendapatan Mesir juga
merosot sangat tajam. Menteri Hisham Zazou mengakui pariwisata di era
Mursi lebih baik daripada pasca kudeta. "Sebagai contoh, minggu lalu
hanya seorang turis yang melawat Ma'bad (kuil) Abu Simbel, sebuah pusat
pariwisata yang paling popular di Mesir, dan membelanjakan EGP 4.50,
bernilai kurang dari $1", terangnya seperti dikutip
Mesir Kini, Senin (9/9). [IK/Msk/bsb]